“Mulutmu Harimaumu” sebuah untaian peribahasa yang tak jarang singgah di kedua telinga kita. Peribahasa yang menekankan bahwa ucapan yang keluar dari mulut, sesepele apapun, seremeh apapun, bahkan ucapan-ucapan spontan yang mungkin bermula dari senda gurau belaka, bisa menjadi seperti layaknya harimau yang sedang melompat menerkam mangsanya. Mangsa itu bukan cuma orang lain, bisa jadi diri kita sendiri yang akan mati diterkam.
Coba kita perhatikan apa yang pernah Rasulullah ﷺ sampaikan sebagaimana yang tercantum dalam kitab hadits shahih bukhari:
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سُخْطِ اللَّهِ، لَا يَرَى بِهَا بَأْسًا، فَيَهْوِي بِهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ سَبْعِينَ خَرِيفًا
“Bisa jadi seseorang mengatakan satu kalimat yang dimurkai Allah, suatu kalimat yang menurutnya tidak apa-apa. Akan tetapi, dengan sebab kalimat itu dia jatuh ke neraka selama tujuh puluh tahun.” (HR. Tirmidzi)
Ya, bisa jadi candaan ejekan yang terucap kepada kawan hanya sebatas senda gurau, bercanda, tidak bermaksud apa-apa. Ya, umpatan yang kita lontarkan bisa jadi sekedar kalimat spontan saja, bukan berarti kita orang yang toxic kan. Ya, rundungan anonymous yang terpampang di akun media sosial kita juga memang bisa jadi hanya komentar yang lewat begitu saja, mana mungkin cuitan anonim seperti itu bisa menghancurkan hidup orang lain kan.
Tidak apa-apa, pikir kita.
Tapi, bukannya orang yang Rasulullah ﷺ sebut juga berpikir demikian?
Maka, perlu kita introspeksi diri. Ucapan yang terlontar dari mulut kita itu pasti ada dampaknya, kadang kecil kadang besar, tapi pasti ada dampak. Ya, mungkin kita menganggapnya sepele, atau bagi kita itu bukan ucapan yang seharusnya menyakiti orang lain. Tapi bagi orang lain, mungkin sudah beda cerita. Setiap orang mempunyai kepala yang berbeda-beda dengan isi yang tak kalah beragam, lantas wajar kalau reaksi dan respon mereka pun pasti berbeda-beda juga. Ya memang sebagian mungkin berpikiran yang sama “ah biasa aja, tidak apa-apa” Mungkin satu atau dua orang begitu, lalu bagaimana dengan orang ketiga? Keempat? Ataupun kelima? Adakah yang bisa menjamin bahwa mereka dan puluhan, ratusan, atau ribuan orang yang mendengar ucapan kita akan berpikir hal yang sama?
Cukup bagi kita kembali kepada apa yang sebenarnya sudah Rasulullah ﷺ ajarkan, bahkan barangkali ajaran ini sejatinya sudah sering keluar masuk rongga telinga kita. Tatkala Rasulullah ﷺ bersabda:
مَن كانَ يُؤْمِنُ باللهِ والْيَومِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا، أوْ لِيصْمُتْ
“Siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam” (HR. Muslim)
Sederhana, sejuta makna. Pikirlah baik-baik sebelum mengucapkan sesuatu apapun itu. Jika terlintas sedikit saja bahwa ucapan itu bisa menyakiti orang lain atau bahkan dapat membawa murka Allah ﷻ yang lebih besar, maka lebih baik diam saja dan cukupkan lisan dengan perkataan baik. Toh, baik bukan berarti gak asik bukan? Baarakallahu fiikum.