Imam Ahmad: Simbol Keteguhan di Tengah Fitnah

Senin, 28 Apr 2025
00:00

Berpegang teguh di atas Al Haq adalah kewajiban bagi setiap mu'min, tapi kita tahu bahwa berpegang teguh di atas kebenaran penuh dengan ujian dan cobaan,

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda

  يأتي على النّاسِ زمانٌ الصّابرُ فيهم على دينِه كالقابضِ على الجمرِ


"Akan datang suatu masa kepada manusia, di mana orang yang bersabar dalam menjalankan agamanya seperti orang yang menggenggam bara api."(HR.Tirmidzi, disahihkan oleh Al Albani).

Di antara contoh keteguhan seorang mu'min di atas agamanya terutama dalam hal aqidah adalah keteguhan Imam Ahmad bin Hanbal tatkala diuji dengan fitnah khalqil Qur'an (keyakinan bahwa Al Quran adalah makhluk), dan pada artikel kali ini kita akan membahas dan mengambil pelajaran dari keteguhan Imam Ahmad di atas Aqidah yang benar.

Biografi singkat

Sebelum kita masuk ke pembahasan inti seyogyanya kita mengenal lebih dekat sosok Imam Ahmad. Tentu kita sudah sering mendapati nama Ahmad bin Hanbal berada di deretan para fuqaha' dan ahli hadits, nama yang begitu harum di kalangan kaum muslimin sepanjang zaman.

  • Nasab beliau 

Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Adz Dzuhliy Asy Syaibani Al Baghdadi

  • kelahiran dan wafat 

 Lahir Rabiul Awwal 164 H/Wafat 241 H

  • Ciri-ciri 

Muhammad bin ‘Abbas an-Nahwi, ia berkata:
"Aku melihat Ahmad bin Hanbal, wajahnya tampan, bertubuh sedang, mewarnai (rambutnya) dengan henna (pacar) yang tidak terlalu merah. Di jenggotnya ada beberapa helai rambut hitam.... " (Siyar A'lamin Nubala').

  •  Pujian para ulama' terhadap Imam Ahmad 

Qutaibah berkata :


لَوْلَا الثَّوْرِيُّ، لَمَاتَ الْوَرَعُ، وَلَوْلَا أَحْمَدُ، لَأحدثوا فِي الدِّينِ، أَحْمَدُ إِمَامُ الدُّنْيَا


"Seandainya bukan karena Ats-Tsauri, niscaya sikap wara' (kehati-hatian dalam agama) akan hilang. Dan seandainya bukan karena Ahmad, niscaya manusia akan membuat perkara baru dalam agama. Ahmad adalah imam dunia."

Al Muzani berkata :
Imam Syafi'i berkata kepadaku

 "Aku melihat seorang pemuda di Baghdad, jika ia berkata: 'Telah memberitahu kami (riwayat hadits) ', maka seluruh manusia berkata: 'Ia benar."

Aku bertanya:
"Siapa dia?"

Ia menjawab: Ahmad bin Hanbal.

 

Fitnah Khalqil Qur'an

Pada tahun 218 H, Khalifah Al Ma'mun yang terpengaruh dengan aqidah mu'tazilah meyakini bahwa Al Quran adalah makhluk serta memaksa para ulama' zaman itu untuk sependapat denganya dan menyuarakan bahwa Al Quran adalah makhluk, ia pun mengirim utusan beserta surat kepada para ulama' untuk menanyakan perihal Al Quran sebagai ujian bagi mereka, dan tak segan untuk memenjarakan dan menyiksa ulama' yang masih berpegang teguh dengan aqidah Al Quran adalah kalamullah dan bukan makhluk.

Karena paksaan dan ancaman akhirnya banyak dari kalangan para ulama' yang meng-iya kan aqidah Khalqil Qur'an dalam keadaan terpaksa dan tidak benar-benar meyakininya, kecuali dua orang yang tetap teguh dengan terang terangan menolak faham mu'tazilah tersebut yaitu Ahmad bin Hanbal dan Muhammad bin Nuh.

Dalam kitab Al Bidayah Wan Nihayah Ibnu Katsir mengatakan:

"Dan di antara orang-orang yang hadir ketika itu ada yang menjawab bahwa Al-Qur’an adalah makhluk dengan terpaksa dan berpura-pura, karena mereka takut kehilangan jabatan dan sumber penghidupan mereka. Jika mereka seorang mufti, maka ia akan dicegah dari berfatwa, dan jika ia seorang ahli hadits, maka ia akan dihalangi dari menyampaikan hadits dan meriwayatkan-nya.
Maka terjadilah fitnah yang sangat dahsyat, ujian yang keji, dan bencana yang mengerikan. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung."


Ibnu Katsir mengatakan prihal Imam Ahmad:

"Dan ketika giliran Imam Ahmad bin Hanbal tiba untuk diuji, dikatakan kepadanya:
'Apakah kamu mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk?'

Ia menjawab:
'Al-Qur’an adalah kalamullah (firman Allah), aku tidak menambahkan apa pun atas hal itu.'

Lalu dikatakan kepadanya:
'Apa pendapatmu tentang surat(dari Al Ma'mun) ini‚

Imam Ahmad menjawab :


{.لَيۡسَ كَمِثۡلِهٖ شَىۡءٌ ​ۚ وَهُوَ السَّمِيۡعُ الۡبَصِيۡرُ‏ }


“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syura: 11).

Lalu seseorang dari kalangan Mu’tazilah berkata:
'Dia mengatakan Maha Mendengar, berarti dengan telinga, maha melihat berarti dengan mata'

Ishaq (Wakil wilayah Baghdad) berkata kepadanya:
'Apa yang kamu maksud dari pernyataan Maha Mendengar, Maha Melihat?'

Ia (Imam Ahmad) menjawab:
'Yang aku maksud hanya maknanya sebagaimana yang Allah maksudkan, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat, sebagaimana Dia telah menyifati Diri-Nya, dan aku tidak menambahkan atas itu.'

Lalu ditulislah jawaban-jawaban orang-orang tersebut, dan dikirimkan kepada al-Ma’mun."

Al Ma'mun pun menyuruh pasukan nya agar membawa Imam Ahmad dan Muhammad bin Nuh ke hadapan nya untuk di eksekusi, ditengah perjalanan Imam Ahmad terus menerus berdoa agar Allah tidak menjadikan nya berjumpa dengan Al Ma'mun, setelah itu datanglah kabar kepada mereka bahwa Al Ma'mun telah meninggal dunia, maka Imam Ahmad pun dipulangkan kembali ke Baghdad.

Tapi tidak sampai di situ setelah masa kekuasaan Al Ma'mun diangkatlah Al Mu'tashim sebagai khalifah, dimasa ini Imam Ahmad dipenjara dan disiksa dengan keras.

Lalu beberapa tahun setelah nya diangkatlah Al Watsiq menjadi khalifah, dimasa ini Imam Ahmad tidak lagi dipenjara tetapi tetap tidak diizinkan untuk mengajar dan berbicara di depan umum.

Dan setelah nya diangkatlah Al Mutawakil menjadi khalifah dan di masa inilah dihentikan fitnah Khalqil Qur'an dan Imam Ahmad dimuliakan kembali dan diangkat kedudukanya, rahimahullah rahmatan wasi'ah.

 

Pelajaran Berharga 

1. Keteguhan dalam Memegang Aqidah

Imam Ahmad menolak keyakinan yang menyimpang meskipun ditekan oleh kekuasaan. Ia tetap berpegang bahwa al-Qur’an adalah kalamullah, bukan makhluk, sebagaimana keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Jikalau Imam Ahmad mengikuti pendapat para penguasa saat itu (ba'dallah) mungkin keyakinan mu'tazilah akan lebih menyebar di muka bumi ini.

Allah berfirman : 


اَلۡحَـقُّ مِنۡ رَّبِّكَ فَلَا تَكُوۡنَنَّ مِنَ الۡمُمۡتَرِيۡنَ‏


Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu.(Al Baqarah:147)

2. Ilmu Menjadi Penyangga Keteguhan

Beliau bisa bertahan karena pemahamannya terhadap agama sangat kokoh. Ia tidak goyah karena tahu mana yang haq dan mana yang batil berdasarkan ilmu.

Allah berfirman :


يُؤۡتِى الۡحِكۡمَةَ مَنۡ يَّشَآءُ​​ ۚ وَمَنۡ يُّؤۡتَ الۡحِكۡمَةَ فَقَدۡ اُوۡتِىَ خَيۡرًا كَثِيۡرًا​ ؕ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّاۤ اُولُوا الۡاَلۡبَابِ

 
Dia memberikan hikmah (ilmu) kepada siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat.

3. Kesabaran dalam Menghadapi Ujian

Imam Ahmad dipenjara, dicambuk, dan diisolasi, namun tidak goyah. Bahkan ketika orang-orang besar tunduk pada tekanan penguasa, ia tetap sabar.

Allah berfirman :


اِنَّهٗ مَنۡ يَّتَّقِ وَيَصۡبِرۡ فَاِنَّ اللّٰهَ لَا يُضِيۡعُ اَجۡرَ الۡمُحۡسِنِيۡنَ‏

 
Sesungguhnya barang siapa bertakwa dan bersabar, maka sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik. (Yusuf:90)

4. Kebenaran Akan menang

Meskipun bertahun-tahun mengalami tekanan, akhirnya fitnah itu padam dan Imam Ahmad dimuliakan oleh masyarakat dan penguasa setelahnya.

 Allah berfirman :


وَقُلۡ جَآءَ الۡحَـقُّ وَزَهَقَ الۡبَاطِلُ​ؕ اِنَّ الۡبَاطِلَ كَانَ زَهُوۡقًا‏

 
Dan katakanlah, "Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap." Sungguh, yang batil itu pasti lenyap.

Kisah keteguhan Imam Ahmad bin Hanbal dalam menghadapi fitnah khalqil Qur’an akan tetap harum di catatan sejarah kaum muslimin. Ia adalah warisan keteladanan yang terus hidup mengajarkan bahwa aqidah harus tetap dijaga meski penuh dengan cobaan, bahwa kebenaran tak selalu berada di pihak mayoritas, dan bahwa keteguhan pada aqidah adalah mahkota sejati seorang Muslim.

Di saat banyak orang memilih aman dan diam, Imam Ahmad memilih sabar dan istiqamah. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang kokoh dalam keyakinan, teguh di atas sunnah, dan tak gentar dalam membela kebenaran, meskipun sendiri.

 

Referensi :
Al Bidayah Wa An-Nihayah, Ibnu Katsir
Siyar A'laam An-Nubalaa', Adz-Dzahabi

 

Jakarta Selatan, 27 Syawwal 1446 H (26 April 2025) 

Tentang Penulis

Ragilas Maragulita Rizki

Ragilas Maragulita Rizki

@ragilas

Alumni Pesantren Islam Al Irsyad Mahasiswa LIPIA Jakarta

Member sejak Jan 2025 14 artikel
Lihat artikel lainnya dari penulis ini

Jelajahi Kategori

Artikel Lainnya

Seperti Hujan
Nasihat Seperti Hujan

Ada salah satu kata mutiara dari Ustadz kami di pesantren, yaitu Ust. Mahful Safaruddin hafidzahullah yang menjadi motivasi juga untuk redaksi konten Ana Santri kedepannya...

6 Januari 2025 Baca Selengkapnya
Membangun Masjid dengan Megah, Bolehkah?
Fiqih Membangun Masjid dengan Megah, Bolehkah?

Membangun masjid dengan megah, bolehkah hukumnya? Silakan baca artikel ini untuk mengetahui jawabannya.

3 April 2025 Baca Selengkapnya
Hukum Melafadzkan Niat
Fiqih Hukum Melafadzkan Niat

Apakah melafadzkan niat dianjurkan? Tafadhol klik artikel ini...

5 Mei 2025 Baca Selengkapnya