Sebutan "Almarhum" Ternyata Keliru??
Di tengah masyarakat Muslim Indonesia, kita sering mendengar penyebutan "almarhum" atau "almarhumah" bagi orang yang telah meninggal dunia. Misalnya, “Almarhum Bapak Fulan adalah orang yang sangat dermawan,” atau “Almarhumah Ibu Fulanah wafat dini hari dan akan disolatkan pagi ini.”
Namun tahukah Anda bahwa penggunaan kata "almarhum" sebenarnya perlu kita tinjau kembali secara lebih cermat, terutama jika dilihat dari sudut pandang aqidah Islam dan kaidah bahasa Arab?
Makna Sebenarnya dari Kata "Almarhum"
Secara bahasa, kata "almarḥūm" (ٱلْمَرْحُوم) merupakan isim maf'ul dari kata raḥima (رَحِمَ), yang berarti “yang telah dirahmati”. Jadi, ketika kita menyebut seseorang yang telah meninggal dengan kata almarḥūm, maka secara makna kita sedang menyatakan/mengklaim bahwa orang tersebut telah dirahmati Allah.
Masalahnya, kita sebagai manusia tidak memiliki kemampuan untuk memastikan keadaan seseorang setelah wafat, apakah ia dirahmati ataukah tidak. Perkara seperti itu termasuk dalam ranah ghaib yang hanya diketahui oleh Allah Ta’ala. Bahkan Nabi Muhammad ﷺ pun tidak mampu memastikan nasib akhir setiap orang kecuali yang Allah kabarkan secara khusus.
Allah Ta‘ala berfirman dalam Al-Qur’an:
قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ ۚ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
Katakanlah: Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara ghaib selain Allah, dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan. (QS. An-Naml: 65)
Allah Ta'ala juga berfirman mengenai haramnya mengatakan sesuatu tanpa ilmu:
قُلۡ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّیَ ٱلۡفَوَ ٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنۡهَا وَمَا بَطَنَ وَٱلۡإِثۡمَ وَٱلۡبَغۡیَ بِغَیۡرِ ٱلۡحَقِّ وَأَن تُشۡرِكُوا۟ بِٱللَّهِ مَا لَمۡ یُنَزِّلۡ بِهِۦ سُلۡطَـٰنࣰا وَأَن تَقُولُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ
Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu, sedangkan Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan (mengharamkan) kamu berkata-kata atas nama Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-A'rāf: 33)
Sebutan "Rahimahullah" Lebih Tepat
Daripada menggunakan kata "almarḥūm", Islam mengajarkan kepada kita untuk mendoakan orang yang telah meninggal. Inilah makna yang terkandung dalam ucapan "Rahimahullāh" (رَحِمَهُ اللهُ) untuk laki-laki, atau "Rahimahallāh" (رَحِمَهَا اللهُ) untuk perempuan, yang artinya: “Semoga Allah merahmatinya.”
Ucapan ini tidak bersifat memastikan keadaan si mayit, melainkan sebagai bentuk permohonan dan harapan kepada Allah agar Dia menganugerahkan rahmat-Nya kepada hamba tersebut. Inilah bentuk yang paling aman secara aqidah dan paling sesuai dengan tuntunan syariat.
Mari Kita Perbaiki Kebiasaan Ini
Daripada mengatakan “Almarhum Fulan”, sebaiknya kita membiasakan diri mengatakan:
- “Fulan (semoga Allah merahmatinya)”
- “Rahimahullāh” untuk laki-laki
- “Rahimahallāh” untuk perempuan
Misalnya:
- "Fulan rahimahullah adalah sosok yang rajin beribadah dan dicintai masyarakat."
- Atau dalam bentuk doa: "Semoga Allah merahmati Fulan dan menerima semua amal baiknya."
Dengan mengganti istilah ini, kita telah menempatkan ucapan kita sesuai dengan adab syariat, dan terhindar dari klaim terhadap hal ghaib yang bukan wewenang manusia.
Penutup
Islam adalah agama yang mengajarkan adab dalam setiap lisan dan perbuatan. Termasuk dalam hal menyebut orang yang telah meninggal dunia, kita diajarkan untuk berhati-hati dalam berbicara dan menjaga akidah dari menyentuh ranah ghaib.
Tentunya penulis yakin, bahwa kebanyakan orang masih menggunakan kata "almarhum" hanya karena selama ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat dan mereka belum tahu bahwasanya kata tersebut maknanya keliru, bukan berarti mereka benar-benar bermaksud untuk mengklaim bahwa yang bersangkutan telah dirahmati oleh Allah.
Oleh karena itu disinilah letak pentingnya belajar ilmu agama, terutama dalam kasus ini ilmu Bahasa Arab dan ilmu Aqidah, karena bisa jadi suatu hal yang selama ini kita anggap itu ibadah/kebaikan, ternyata adalah sesuatu yang menyelisihi syariat Islam itu sendiri.
Bagi yang belum tahu hukumnya, semoga Allah memberinya udzur atas ketidaktahuannya tersebut kemudian diberikan ilmu yang benar. Bagi yang sudah tahu hukumnya, maka wajib beralih dari penggunaan kata "almarhum" kepada kata lainnya seperti "rahimahullah" atau "rahimahallah", dan hendaknya memberitahu kepada yang belum mengetahui hukumnya.
"Rahimahullāh" lebih selamat, lebih tepat, dan lebih berpahala.
Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua untuk menjaga lisan dan meluruskan kebiasaan dengan ilmu dan adab yang benar. Aamiin.
Tags:
Tentang Penulis

Dzaki Rasendriya Aslam
@Rasen
Alumni Angkatan 32 Pesantren Islam Al-Irsyad Tengaran Mahasiswa Prodi Ilmu Hadis STDI Imam Syafii Jember